BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ekologi
adalah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara organisme dan lingkungannya.
Reiter mengemukakan istilah tersebut pada tahun 1865 (kormondy, 1965) dengan
menggabungkan dua kata dari bahasa Yunani, logos yang berarti pengetahuan
tentang, dan oikos yang berarti rumah. Dua kata ini merupakan focus fundamental
dari ekologi yang membedakannya dari ilmu-ilmu biologi lainnya-suatu penekanan
tentang pengertian hubungan antara organisme dengan lingkungan alamiyahnya (Pringgoseputro
dan Srigabdono, 1990).
Perairan
umum tawar alami dikenal sebagai sungai, rawa, dan danau. Perairan sungai
merupakan suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran air
yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan
lotik). Perairan sungai biasanya keruh, sehingga penetrasi cahaya ke dasar
sungai terhalang (Goldman dan Horne 1983).
1.2
Maksud
dan Tujuan
Maksud dari praktikum Ekologi Perairan adalah untuk
mengetahui parameter kualitas air baik parameter fisika, kimia dan biologi yang
mempengaruhi ekologi perairan.
Tujuan dari praktikum Ekologi Perairan adalah agar
praktikan dapat berlatih dan meningkatkan kemampuan dalam keterampilan
kognitif, keterampilan afektif dan keterampilan psikomorik.
1.3
Waktu
dan Tempat
Praktikum lapang Ekologi
Perairan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 5 Mei 2013 pukul 06.00 WIB –
selesai, yang bertempat di Sumber Awan dan praktikum laboratorium di laksanakan
pada hari Senin tanggal 6 Mei 2013 pukul 10.30-12.30 WIB di Laboratorium IIP
(Ilmu-Ilmu Perairan) gedung C lantai 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya,
Malang.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
Ekologi Perairan
Kata
Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos, berarti “rumah” atau “tempat untuh
hidup”. Secara harfiah ekologi adalah pengkajian organisme-organisme “dirumah”.
Biasanya ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme-organisme
atau kelompok-kelompok organisme terhadap lingkungnnya, atau ilmu hubungan
timbal balik antara organisme-organisme hidup dan lingkungannya (Samingan,
1993).
Menurut
Trofisa (2011), Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia,
sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya (Peraturan Pemerintah No. 20
tahun 1990). Bahan-bahan yang masuk dan mencemari lingkungan menurut Hynes
(1978) dalam Nugroho (2003) dapat berupa zat-zat beracun, bertambahnya padatan
tersuspensi, dioksidasi dan naiknya air akan merubah kondisi ekologi perairan
pada umumnya dan kualitas biota pada khususnya.
2.2
Sungai
Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran
massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air
seperti pada perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan
relatif kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola aliran
air. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum
terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat
dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut (Effendi 2003).
Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang
mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah
tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu
sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya.
Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan
abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling
mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama
lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem
tersebut (Setiawan, 2009).
2.3
Siklus
Hidrologi ( Gambar )
Air hujan jatuh
kemana-mana di bumi ini dalam beberapa cara. Sebagian besar ada yang tertahan
untuk sementara di tempat jatuhnya semula (diatas tanah), kemudian kembali ke
atmosfer oleh penguapan (evapotranpirasi) dan transpirasi tumbuhan. Sebagian
lagi mencari jalan ketempat yang lebih rendah, dan akhirnya sampai kesungai
yang disebut air larian. Ada pula yang meresap ke dalam tanah, yang kemudian
menjadi air tanah. Air tanah maupun air larian (sungai) inipun sebagian akan
kambali ke atmosfer melallui penguapan dan transpirasi tumbuhan. Disini
terlihat bahwa air yang ada diatmosfer selalu diperbaharui melalui penguapan
dan jasa baik tumbuhan. Proses ini terjadi secara sempurna tiap 10,5 hari.
Curah hujan total dipermukaan bumi diperkirakan 4,46 X 1030 gram/
tahun sedang atmosfer berisi sekitar 0,13 X 1020 gram (Irwan, 1997).
Siklus hidrologi air tergantung pada proses evaporasi dan
presipitasi. Air yang terdapat di permukaan bumi berubah menjadi uap air di
lapisan atmosfer melalui proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau, dan
laut, seerta proses evapotranspirasi atau penguapan air oleh tanaman. Uap air
bergerak ke atas hingga membentuk awan yang dapat berpindah karena tiupan
angina. Ruang udara yang mendapat akumulasi uap air secara kontinu akan menjadi
jenuh. Oleh pengaruh udara dingin pada lapisan atmosfer, uap air tersebut
mengalami sublimasi sehingga butiran-butiran uap air membesar dan akhirnya
jatuh sebagai hujan. Zat yang bersifat higroskopis (menyerap air) dapat
mempercepat intergrasi pengikatan molekul uap menjadi air. Sehingga, pada
pembuatan hujan buatan, dilakukan penambahan zat yang bersifat higroskopis
terhadap awan (NaCl atau urea) ( Effendie, 2003 ).
2.4
Rantai
Makanan (Gambar)
Menurut Downing et
al (1999) dalam Noer (2009), Kajian terhadap dinamika ekosistem Mangrove
didasarkan pada aliran biomassa dan energy dari bahan organic berupa serasah
Mangrove yang gugur sebagai sumber energy bagi organism perairan Laguna.
Pelapukan serasah yang gugur menghasilkan detritus sebagai sumber bahan organik
yang baik dan pentingbagi Mangrove, fitoplankton maupun konsumen primer
(kepiting, zooplankton, dan lain-lain). Konsumen primer menjadi sumber energy
bagi konsumen sekunder (ikan, predator invertebrata, burungdan lain-lain).
Hutan Mangrove dan ganggang bentik sebagai produsen dalam pertumbuhannya secara
langsung bergantung pada unsur-unsur esensial di perairan.
Rantai makanan
merupakan kelompok organisme yang disusun
menurut urutan tertentu untuk memperlihatkan bagaimana organism
mendapatkan makanan dan energy dari organism sebelumnya, kemudian organism
tersebut dimakan sebagai sumber energy bagi organism sesudahnya. Dalam suatu
rantai makanan biasanya terdapat tiga atau empat organisme. Organisme pertama
adalah tumbuhan yang memperoleh makanan dari senyawa-senyawaan organik.
Organisme kedua adalah organism pemakan tumbuhan, atau disebut juga herbivora.
Sedangkan organism ketiga adalah organism pemakan herbivora, atau disebut juga
karnivora. Kemudian organism keempat adalah karnivora pemakan karnivora lain
yang lebih kecil (Ekawati, 2006).
2.5
Jaring
Makanan (Gambar)
Menurut Robert (2008), Sebuah sistem yang lebih kompleks rantai makanan saling terkait dan independen. Tanaman plankton,
termasuk beberapa ganggang. Masyarakat yang paling penting dari produsen utama di laut. Plankton Organisme seperti
ubur-ubur, rumput laut, dan tanaman mikroskopis dan hewan yang pasif melayang
atau perenang lemah
dan tidak independen dari arus. Predator Hewan
yang memburu dan menangkap hewan lain untuk
makanan. Produser Sebuah
organisme yang membuat makanan
sendiri. Juga disebut
autotrof.Hewan plankton
(konsumen primer) yang hanyut dalam arus laut, jenis yang ditemukan di
semua kedalaman dari permukaan ke kedalaman terdalam.
Situasi yang lebih umum
terjadi di berbagai komunitas biologi adalah : suatu spesies memangsa beberapa
spesies lain pada tingkat trofik yang lebih rendah. Pemangsa tersebut pun
bersaing berebut makanan dengan spesies lain pada tingkat trofik yang sama, dan
sebaliknya dimangsa beberapa spesies dari tingkat trofik yang lebih tinggi.
Karena itu deskripsi yang lebih akurat mengenai susunan komunitas biologi ini
adalah jaringan makanan (Indrawan et al., 2007).
2.6
Parameter
Kualitas Air
2.6.1
Parameter Fisika
2.6.1.1
Kecepatan Arus
Menurut Sari ( 2012 ), Arus Merupakan Faktor Yang
Sangat Penting Terutama Bagi Alat Tangkap Yang Pengoperasiannya Memanfaatkan
Arus Seperti Alat Tangkap Gombang Dan Pengerih. Arus Yang Terjadi Di Perairan
Selat Asam Merupakan Arus Pasang Dan Arus Surut. Kecepatan
Arus Selama Penelitian Di Daerah Penelitian Baik Itu Pada Waktu Pasang Maupun
Surut Berkisar Antara 0,34-0,77 M/Detik. Kecepatan Arus Dapat Dibedakan Dalam 4
Kategori Yakni Kecepatan Arus 0-0,25 M/Dtk Yang Disebut Arus Lambat, Kecepatan
Arus 0,25-0,50 M/Dtk Yang Disebut Arus Sedang, Kecepatan Arus 50 - 1 M/Dtk Yang
Disebut Arus Cepat, Dan Kecepatan Arus Diatas 1 M/Dtk Yang Disebut Arus Sangat
Cepat (Harahap Dalam Ihsan, 2009).
Penyebaran kualitas air di badan air penerima, baik
sungai, waduk dan laut, sangat di pengaruhi oleh kecepatan arus dan debit air.
Semakin cepat arus dan semakin besar debit air maka penyebaran kualitas air
semakin cepat dan semakin luas. Arus laut jauh lebih rumit karena adanya gaya
Coriolis, yakni gaya yang diakibatkan oleh perputaran bumi dan adanya pasang
surut yang di pengaruhi oleh gaya tarik bulan (Hardjojo dan Djokosetiyanto,
2005 dalam DIAN).
2.6.1.2
Suhu
Perubahan Suhu
Mempengaruhi Tingkat Kesesuaian Perairan Sebagai Habitat Organisme Akuatik,
Sehingga Setiap Organisme Akuatik Mempunyai Batas Kisaran Maksimum Dan Minimum
( Effendie, 2002). Ikan Merupakan Hewan Poikiloterm, Yang Suhu Tubihnya Naik
Turun Sesuai Dengan Suhu Lingkungan ( Brotowidjoyo Et Al., 1995 ), Sebab Semua
Proses Fisiologis Ikan Di Pengaruhi Oleh Suhu Lingkungan ( Hoar Et Al., 1979).
Suhu Perairan Berpengaruh Terhadap Respon Tingkah Laku Ikan ( Bald An Rao,
1984), Proses Metabolism, Reproduksi ( Hutabarat Dan Evans, 1985 ; Effendie,
2002), Ekskresi Ammonia Dan Resistensi Terhadap Penyakit ( Nabib Dan Pasaribu,
1989). Boyd Dan Lichtkoppler ( 1982), Menyatakan Bahwa Suhu Yang Optimal Bagi
Pertumbuhan Ikan Tropis Berkisar Antara 25-32 C. Semakin Tinggu Suhu Semakin
Cepat Perairan Mengalami Kejenuhan Yang Mendorong Terjadinya Difusi Oksigen
Dari Air Ke Udara, Sehingga Konsentrasi Oksigen Terlarut Dalam Perairan Semakin
Menurun ( Armanto, 2012 ).
Menurut Asmara ( 2005 ), Suhu Merupakan Parameter Penting
Dalam Lingkungan Laut Dan Berpengaruh Secara Langsung Maupun Tidak Langsung
Terhadap Kehidupan Di Laut. Menurut Pescod (1973), Suhu Air Mempengaruhi Sifat
Fisik, Kimia Dan Biologi Perairan. Pengaruh Suhu Secara Langsung Menentukan
Kehadiran Dari Spesies Akuatik, Mempengaruhi Pemijahan, Penetasan, Aktivitas
Dan Pertumbuhan Organisme. Sedangkan Secara Tidak Langsung Dapat Menyebabkan
Perubahan Kesetimbangan Kimia. Suhu Juga Merupakan Fungsi Dari Kelarutan
Gas-Gas Dalam Air Laut Dimana Kelarutan Akan Meningkat Pada Saat Temperatur
Rendah (Sumich,1992). Pengaruh Secara Tidak Langsung Terjadi Pada Keberadaan
Unsur Hara Di Laut. Hal Ini Dikaitkan Dengan Laju Metabolisme Organisme Air,
Dimana Pada Suhu Yang Tinggi Laju Metabolisme Akan Meningkat.
2.6.1.3
Substrat
Nybakken (1992)
menyatakan bahwa jenis substrat dan ukurannya salah satu faktor ekologi
yang mempengaruhi kandungan bahan organik dan distribusi bentos. Semakin halus
tekstur substrat semakin besar kemampuannya menjebak bahan organik. Selain itu
Lopez-Jamar (1981) menyatakan bahwa daerah yang kandungan bahan organiknya
sangat tinggi berhubungan dengan daerah dimana banyak pemeliharaan
kerang-kerangan (mussel), karena berhubungan erat dengan jumlah feses
yang banyak dari mussel yang dipelihara ( Edison, 2009 ).
Salah
satu cara mengetahui karakteristik dari suatu lautan adalah dengan mempelajari
bentuk/karakteristik dari dasar perairan, berupa tipe substrat atau sedimen
beserta organisme yang hidupnya di dasar perairan. Pentingnya mengetahui tipe
substrat dasar dari suatu perairan adalah untuk mengetahui pola sebaran dari
berbagai jenis tipe substrat berdasarkan ukuran dan asal substrat tersebut pada
suatu perairan (Setyobudiandi, 1999 dalam Allo et al., 2009).
Substrat dasar perairan dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel, sumber,
lokasi, dan warna dari sedimen tersebut (Allo et al., 2009 dalam Nugraheni
2011).
2.6.1.4
Kecerahan
Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang
menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman
tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya
dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan merupakan faktor penting bagi proses
fotosintesa dan produksi primerdalam suatu perairan. Berdasarkan pada data
pengukuran di lapangan, rata-rata kecerahan perairan baik itu pada waktu pasang
maupun surut selama penelitian tidak jauh berbeda berkisar antara 0,57 m - 1,22
m ( Sari, 2012 ).
Kecerahan air ditunjukkan dengan kedalaman secchi
disk. Kedalaman secchi disk berhubungan erat dengan intensitas sinar
matahari yang masuk ke suatu perairan. Kemampuan daya tembus sinar matahari ke
perairan sangat ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan–bahan organik
maupun anorganik yang tersuspensi dalam perairan, kepadatan plankton, jasad
renik dan detritus (Sumich (1992) dalam
asmara (2005).
2.6.1.5
Kedalaman
Menurut utomo et al. ( 1997 ), suaka perikanan
hendaklah memenuhi beberapa kriteria, antara lain kedalaman air yang cukup (
minimal 2 m ) sehingga tidak mengalami
kekeringan pada musim kemarau, mempunyai luasan yang cukup sehingga
dapat menampung ikan yang cukup banyak, mempunyai kualitas air yang baik (
tidak tercemar ), banyak tersedia pakan alami sihingga ikan dapat tumbuh dan
ber hendakkembang biak, terdapat jalur migrasi sehingga ikan dapat menyebar ke tempat lain, dan dapat memasok
benih secara alami. ( akrimi, 2002).
Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama
dengan proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi
biasanya terjadi pada saat cahaya di dalam kolom air hanya tinggal 1 % dari
seluruh intensitas cahaya yang mengalami penetrasi dipermukaan air. Kedalaman
kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga
berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003).
2.6.2
Parameter Kimia
2.6.2.1
pH
pH merupakan salah satu parameter penting dalam
pemantauan kualitas air. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan
asam dan basa dalam air. Perubahan pH dalam perairan akan mempengaruhi
perubahan dan aktivitas biologis. Pertumbuhan organisme perairan dapat
berlangsung dengan baik pada kisaran pH 6,5 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi
proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH
rendah (Jhon F Fernandez, 2011).
Derajat
keasaman ( Ph ) menunjukkan aktivitas ion hydrogen dalam larutan tersebut dan
dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen ( mol/l ) pada suhu tertentu atau
Ph = - log ( H+). Konsentrasi ph mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena
mempengaruhi kehidupan jazad renik. Perairan yang asam cenderung menyebabkan
kematian pada ikan. Hal ini di sebabkan karena konsentrasi oksigen akan rendah,
sehingga aktivitas pernapasan tinggi da selera makan berkurang ( Ghufron dan
kordi, 2005 ). Derajat keasaman ( ph ) air laut umumnya berkisar antara 7,6 –
8,6 ( brotowidjoyo et al., 1995 ) dan berpengaruh terhadap ikan ( Ball dan rao,
1984 dalam Armanto 2012 ).
2.6.2.2
DO
Oksigen terlarut dalam
air merupakan parameter kualitas air yang sangat vital bagi kehidupan organisme
perairan. Konsentrasi oksigen terlarut cenderung berubah-ubah sesuai dengan
keadaan atmosfir. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah difusi difusi
dari udara dan hasil fotosintesis organisme yang mempunyai klorofil yang hidup
di perairan (Muhajir, el al., 2004).
Menurut Wijaya (2009),
Oksigen terlarut merupakan salah satu unsur pokok pada proses metabolisme
organisme, terutama untuk proses respirasi. Disamping itu juga dapat digunakan
sebagai petunjuk kualitas air Odum (1971). Pengurangan oksigen terlarut
disebabkan oleh proses respirasi dan penguraian bahan-bahan organik. Berkurangnya
oksigen terlarut berkaitan dengan banyaknya bahan-bahan organik dari limbah industri yang mengandung
bahan-bahan yang tereduksi dan lainnya Welch (1952).
2.6.2.3
CO2
Kisaran CO₂ masih merupakan
kisaran yang aman bagi kehidupan organisme perairan. Namun perlu diawasi
kecendurungan kenaikan kadar CO₂
pada stasiun III dan IV yang telah hampir mendekati kadar maksimum. Perairan
yang kurang baik bagi kehidupan ikan adalah jika perairan tersebut mengandung
lebih dari 12 mg/L. Kandungan CO₂
terlarut sebesar 12 mg/L telah menyebabkan stress bagi ikan (Fadil, 2011).
Pada bagian hilir
sungai kandungan karbondioksida tinggi karena kecepatan arus air lambat dan
bahan organik yang masuk ke sungai makin banyak, sehingga proses dekomposisi
meningkat. Proses dekomposisi akan menyebabkan penurunan kandungan O₂ dan meningkatkan
kandungan CO₂
(Fauzi, 2001).
2.6.2.4
TOM
Menurut Adiwidjaya et
al,. (2008), Kandungan bahan organik, baik pada perairan umum maupun petakan
tambakan dalam jumlah yang tinggi merupakan hambatan bagi kehidupan organisme
yang di pelihara. Kisaran yang optimal kandungan bahan organik (TOM) pada air
media pemeliharaan udang adalah kurang dari 150 ppm. Bahan organik yang di ukur
ini merupakan akumulasi dari berbagai macam sumber bahan yaitu bahan organik
yang berasal dari limbah biota air yang mati maupun tanaman berupa fitoplankton
dan tanaman lain, atau sisa pakan serta organisme yang masih hidup.
Terjadinya akumulasi
kandungan bahan organik atau Total Organic Matter (TOM) kemungkinan disebabkan
rendahnya oksigen terlarut dan bakteri pengurai dalam perairan. Meningkatnya
kandungan bahan organik ini disebabkan oleh sisa-sisa pemberian pakan serta
ekskresi atau feses dari organisme udang (Budiardi, 2007).
2.6.2.5
Amonia
Menurut Wijaya (2009),
Amonia di perairan bersumber dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea)
dan nitrogen anorganik (tumbuhan dan biota perairan yang telah mati) oleh
mikroba jamur (proses amonifikasi). Amonia jarang di temukan pada perairan yang
mendapat cukup pasokan oksigen (McNeely et al, 1979 in Effendi, 2003).
Menurut Fernandez
(2011), Senyawaan nitrogen di perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N₂), amonia terlarut
(NH3), nitrit, nitrat, senyawa amonium, dan senyawa bentuk lain yang berasal
dari limbah pertanian, pemukiman, dan industri. Senyawaan nitrogen tersebut
sangat di pengaruhi oleh kandungan oksigen bebas dalam air. Pada saat kadar
oksigen rendah, nitrogen akan bergerak menuju amonia, sedangkan saat kadar
oksigen tinggi, nitrogen akan bergerak menuju nitrat (Hutagalung dan Rozak,
1997).
2.6.2.6
Nitrat
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan
alami dan merupakan nutrient bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat
merupakan senyawa yang sangat mudah larut dan bersifat stabil. Kadar nitrat
diperairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari kadar ammonium. Kadar
nitrat yang melebihi 5mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik
yang berasal dari aktivitas manusia (Fernandez, 2011).
Konsentrasi nitrat di lapisan permukaan yang lebih
rendah dibandingkan di lapisan dekat dasar disebabkan karena nitrat di lapisan
permukaan lebih banyak dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh fitoplankton. Selain
itu, konsentrasi nitrat yang sedikit lebih tinggi di dekat dasar perairan juga
dipengaruhi oleh sedimen. Di dalam sedimen nitrat diproduksi dari biodegradasi
bahan-bahan organik menjadi ammonia yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat
(Risamasu dan Hanif, 2011).
2.6.2.7
Orthofosfat
Orthofosfat merupakan
fosfor dalam bentuk anorganik yang dapat langsung dimanfaatkan dan mudah
diserap oleh fitoplankton untuk pertumbuhannya. Bila kadar orthofosfat dalam
air rendah (<0,01 mg/l) maka pertumbuhan fitoplankton akan terhambat dan
apabila cukup tinggi (0,031 mg/l) akan menyebabkan perkembangan fitoplankton
dan akan terjadi eutrofikasi perairan (Wasfi, 2000).
Orthofosfat merupakan
bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik,
sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk orthofosfat terlebih
dahulu, sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Setelah masuk kedalam
tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganaik mengalami perubahan menjadi
bentuk organofosfat (Effendi, 2003).
2.6.3 Parameter Biologi
2.6.3.1
Zoobenthos
Makrozoobenthos merupakan organisme akuatik yang
hidup di dasar perairan dengan pergerakan relatif lambat yang sangat
dipengaruhi oleh substrat dasar serta kualitas perairan. Makrozoobenthos
berperan penting dalam proses mineralisasi dan pendaur-ulangan bahan organic
maupun sebagai salah satu sumber makanan bagi organisme konsumen yang lebih
tinggi. Selain itu benthos berfungsi juga menjaga stabilitas dan geofisika
sedimen[3]. Penurunan komposisi, kelimpahan dan keanekaragaman dari
makrozoobenthos biasanya merupakan indikator adanya gangguan ekologi yang
terjadi pada sungai tersebut (Setiawan, 2009).
Dalam komunitas perairan, zoobenthos memegang
peranan beberapa peranan penting, seperti dalam mendaur ulang bahan-bahan
organic serta menduduki beberapa posisi penting dalam rantai makanan, sehingga
dapat dipakai untuk menduga tingkat kesuburan perairan. Benthos dapat digunakan
untuk menguji kestabilan perairan karena memiliki sifat-sifat khusus yang tidak
dimiliki organisme perairan lainnya, seperti siklus hidup yang relative panjang
dan sifat pergerakannya yang terbatas. Odum (1971) menyatakan bahwa
perubahan-perubahan kualitas air sangat mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos,
baik komposisi maupun besar populasinya. Disamping itu ada beberapa jenis
organisme makrozoobenthoz yang mempunyai daya tahan terhadap kondisi kualitas
air yang buruk, sehingga jenis-jenis organisme tersebut dipakai sebagai
indicator bagi perairan yang tercemar berat (Lesmana, 2002).
2.6.3.2
Perifiton
Salah satu
biota yang memiliki peranan penting di dalam perairan dan dapat dijadikan
sebagai indikator biologi adalah perifiton. Perifiton merupakan organisme yang
tumbuh atau menempel pada substrat tetapi tidak melakukan penetrasi ke dalam
substrat tersebut. Secara alami perifiton bersifat tetap dan menempel pada akar
tumbuhan, bebatuan, kayu, dan benda-benda dalam air lainnya, sehingga memiliki
kecenderungan lebih banyak menerima polutan dari area tersebut dibandingkan
dengan hidrobiota yang lain. Organisme yang terdapat pada air yang telah
tercemar berbeda dengan yang terdapat pada air yang belum tercemar (Indrawati
et al., 2010).
Kehadiran komunitas perifiton di suatu badan air
merupakan faktor yang sangat penting. Dalam hal ini perifiton merupakan rantai
trofik dasar sebagai produktivitas primer, dan juga sangat berperan dalam
proses resirkulasi kimia dan biokimia di perairan seperti pada proses
fotosintesis dalam mengikat karbon inorganik, mengasimilasi nutrien terlarut di
perairan, mineralisasi komponen organik dan lain-lain. Menurut beberapa
literatur asing seperti Patrick (1949); Vanlandingham (1976); Lange-Bertalot
(1979); Van Dam (1982); Schoeman & Haworth (1986); Slàdece (1986);
Steinberg & Schiefele (1988); Round (1991); Cox (1991); Prygiel & Coste
(1993) perifiton sudah lama digunakan sebagai bioindikator untuk menentukan
kualitas air, baik sebagai indikator pada perairan yang kaya akan elemen
nutritif, maupun karena tingkat sensitifiasnya terhadap ion-ion metalik atau
senyawa-senyawa toksik di perairan. Bahkan perifiton juga berfungsi sebagai
host dan sumber nutrisi bagi beberapa jenis mikro konsomator seperti meio fauna
dan invertebrata herbivor di perairan (Nofdianto, 2010).
3. METODOLOGI
3.1
Fungsi
Alat
3.1.1. Parameter Fisika
3..1.1.1 Kecepatan Arus
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang Kecepatan arus adalah :
·
Botol Air
Mineral 600 ml : sebagai alat pengukur kecepatan arus.
·
Stopwatch :
untuk menghitung waktu yang dibutuhkan tali raffia menegang.
·
Tali raffia 5
meter : untuk menghubungkan antara botol 1 dengan botol yang lainnya.
3.1.1.2
Suhu
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang Suhu adalah :
·
Thermometer Hg :
sebagai alat untuk mengukur suhu suatu perairan
·
Stopwatch :
untuk menghitung waktu saat pengukuran suhu.
·
Tali raffia :
sebagai pegangan pada thermometer.
3.1.1.3
Substrat
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang Substrat adalah :
·
Ekman Grab :
sebagai alat untuk mengambil substrat
·
Timba : sebagai
wadah substrat
·
Nampan : sebagai
tempat alat dan bahan serta substrat.
3.1.1.4
Kecerahan
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang Kecerahan adalah :
·
Secchi disk :
untuk mengukur kecerahan suatu perairan
·
Penggaris :
untuk mengukur D1 dan D2
·
Karet gelang :
untuk menandai D1 dan D2
·
Tali : sebagai
alat untuk mengikat secchi disk.
3.1.1.5
Kedalaman
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang Kedalaman adalah :
·
Tongkat Skala :
sebagai alat untuk mengukr kedalaman kolam.
3.1.2 Parameter Kimia
3.1.2.1
pH
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang pH adalah :
·
Kotak standart
pH : sebagai standart perubahan warna pada pH paper.
·
Stopwatch :
untuk menghitung lama waktu pada pengukuran pH
3.1.2.2
DO
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang DO adalah :
·
Botol DO :
sebagai wadah sampel air kolam
·
Pipet tetes :
untuk mengambil larutan dalam skala kecil
·
Buret : untuk
wadah larutan titrasi
·
Statif : sebagai
penyangga buret
·
Corong : untuk
membantu memasukkan larutan kedalam buret
·
Nampan : sebagai
tempat alat dan bahan
3.1.2.3
CO2
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang CO2 adalah :
·
Erlenmeyer :
sebagai wadah sampel air kolam
·
Pipet tetes :
untuk mangambil larutan dalam skala kecil
·
Buret : sebagai
wadah larutan titrasi
·
Statif : sebagai
penyangga buret
·
Corong : untuk
membantu memasukkan larutan kedalam buret.
3.1.2.4
TOM
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang TOM adalah :
·
Erlenmeyer 250
ml : untuk wadah air sampel dan pencampuran larutan
·
Gelas ukur 50 ml
: untuk mengukur larutan titrasi
·
Buret : untuk
wadah larutan titrasi
·
Statif : sabagai
penyangga buret
·
Pepet tetes :
untuk mengambil larutan dalam skala kecil
·
Hot plate :
untuk memanaskan larutan
·
Thermometer Hg :
untuk mengukur suhu
·
Corong : untuk
membantu memasukkan larutan kedalam buret
·
Pipet volume :
untuk mengambil larutan dengan volume tertentu
·
Bola hisap :
untuk membantu mengambil dan memindahkan larutan
3.1.2.5
Amonia
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang Amonia adalah :
·
Erlenmeyer 250
ml : untuk wadah sampel dan mereaksikan larutan
·
Cuvet : sebagai
tempat larutan pembanding/ indicator
·
Rak cuvet :
sebagai tempat untuk meletakkan cuvet
·
Pipet tetes : untuk
mengambil larutan dalam skala kecil
·
Gelas ukur 50 ml
: untuk mengukur larutan titrasi
·
Beaker glass :
untuk wadah air sampel
3.1.2.6
Nitrat
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang Suhu adalah :
·
Gelas ukur 25 ml
: untuk mengukur air sampel
·
Beaker glass 100
ml : untuk wadah air sampel saat direaksikan
·
Hot plate :
sebagai pemanas larutan sampai terbentuk kerak
·
Cuvet : sebagai
wadah larutan
·
Pipet volume :
untuk mengambil larutan dalam volume tertentu.
·
Spektrofotometer
: untuk mengukur kandungan nitrat dalam air sampel.
·
Spatula : untuk
menghomogenkan larutan.
3.1.2.7
Orthofosfat
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang Orthofosfat adalah :
·
Erlenmeyer 50 ml
: sebagai tempat untuk mereaksikan larutan
·
Pepet tetes :
untuk mengambil larutan dalam skala kecil
·
Beaker glass 100
ml: untuk tempat larutan essensial dan air sampel
·
Gelas ukur 25
ml: untuk mengukur jumlah air sampel yang akan digunakan
·
Cuvet : sebagai
tempat larutan pembanding/ indicator
·
Rak cuvet :
sebagai tempat untuk meletakkan cuvet
·
Spektrofotometer
: untuk mengukur kandungan nitrat dalam air sampel.
3.1.3 Parameter Biologi
3.1.3.1
Zoobenthos
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang Zoobenthos adalah :
·
Ekman Grab :
untuk mangambil benthos di kolam atau perairan disungai
·
Baju kicking :
untuk mengambil benthos di sungai
·
Pinset : untuk
mengambil benthos di nampan
·
Botol film :
untuk wadah sampel benthos
·
Mikroskop :
untuk alat bantu dalam pengamatan benthos
·
Jaring benthos :
untuk mengambil benthos diperairan arus deras
·
Saringan : untuk
menyaring benthos yang didapatkan
·
Objek glass :
untuk tempat preparat saat pengaamatan benthos
·
Nampan : sebagai
tempat alat dan bahan
·
Buku presscott :
untuk identifikasi benthos
3.1.3.2
Perifiton
Alat-alat yang
digunakan dalam Praktikum Ekologi Perairan tentang Perifiton adalah :
·
Botol film :
untuk tempat wadah sampel perifiton
·
Mikroskop :
untuk alat bantu dalam pengamatan perifiton
·
Objek glass :
untuk tempat preparat saat pengaamatan perifiton
·
Buku presscott :
untuk identifikasi perifiton
·
Pipet tetes :
untuk mangambil sampel perifiton
3.2
Fungsi
Bahan
3.2.1. Parameter Fisika
3..2.1.1
Kecepatan Arus
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang Kecepatan Arus adalah :
·
Perairan sungai
dan kolam : sebagai objek yang diamati kecepatan arusnya.
3.2.1.2 Suhu
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang Suhu adalah :
·
Air sampel kolam
dan substrat : sebagai objek yang diamati suhunya.
3.2.1.3 Substrat
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang Substrat adalah :
·
Substrat
Perairan : sebagai objek yang diamati substratnya.
3.2.1.4 Kecerahan
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang Kecerahan adalah :
·
Perairan sungai
dan kolam : sebagai objek yang diamati kecerahannya.
3.2.1.5 Kedalaman
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang Kedalaman adalah :
·
Perairan sungai
dan kolam : sebagai objek yang diamati kedalamannya.
3.2.2 Parameter Kimia
3.2.2.1 pH
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang pH adalah :
·
pH paper : untuk
mengukur pH perairan
·
air sampel :
sebagai objek yang diamati pH nya
3.2.2.2 DO
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang DO adalah :
·
Air sampel :
sebagai objek yang diamati oksigen terlarutnya.
·
MnSO4 : untuk
mengikat oksigen
·
NaOH + KI :
untuk membentuk endapan coklat dan melepas iodine
·
H2SO4: untuk melarutkan
endapan coklat dan indicator suasana asam
·
Amilum : untuk
pengkondisian basa dan indicator warna ungu
·
Na2S2O3 :
sebagai larutan titrasi dengan konsentrasi 0,025 N.
·
Kertas label :
sebagai penanda pada alat
·
Tissue : untuk
membersihkan alat.
3.2.2.3 CO2
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang CO2 adalah :
·
Indikator PP:
untuk pengkondisian basa dan indicator warna merah muda
·
Na2CO3 : sebagai
larutan titrasi dengan konsentrasi 0,0454 N.
·
Air sampel :
sebagai objek yang diamati kadar CO2nya
3.2.2.4 TOM
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang TOM adalah :
·
Air sampel :
sebagai objek yang kandungan TOMnya.
·
Larutan KMnO4 :
sebagai larutan titrasi
·
Larutan H2SO4 :
untuk pengkondisian asam dan mempercepat reaksi.
·
Larutan
Na-Oxalat : sebagai reduktor
·
Aquades : factor
nilai Y dalam perhitungan.
3.2.2.5 Amonia
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang Ammonia adalah
·
Larutan Nestler
: untuk pengikat ammonia dan indikator warna kuning
·
Tissue : untuk
membersihkan alat dan bahan
·
Air sungai
sebagai bahan yang akan diamati kandungan amonianya.
·
Kertas saring :
untuk menyaring air sampel yang akan diukur.
·
Kertas label:
untuk menandai larutan indikator pada cuvet.
3.2.2.6 Nitrat
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang Nitrat adalah :
·
Air sampel :
sebagai sampel yang akan diukur kandungan nitratnya.
·
Kertas saring :
untuk menyaring air sampel
·
Aquadest : untuk
mengencerkan larutan fenol disulfonik
·
Asam fenol
disulfonik : untuk melarutkan kerak
·
NH4OH : sebagai
indikator warna kuning dan pengkondisian basa.
3.2.2.7 Orthofosfat
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang Orthofosfat adalah :
·
Ammonium
molibdat : untuk mengikat fosfat dan mengubah menjadi ammonium fosfomolibdate.
·
Air sampel:
sebagai air sampel yang akan diamati kandungan orthofosfatnya.
·
Larutan blanko :
larutan pembanding untuk mengukur nilai orthofosfat.
·
SnCl2 sebagai
indikator warna ungu.
3.2.3 Parameter Biologi
3.2.3.1 Zoobenthos
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang Zooplankton adalah :
·
Air sampel :
untuk sampel pengamatan benthos
·
Alcohol 96 % :
untuk larutan pengawet benthos
·
Kertas label :
untuk penanda pada alat
3.2.3.2 Perifiton
Bahan-bahan yang
diguanakan dalam praktikum Ekologi perairan tentang Perifiton adalah :
·
Air sampel :
untuk sampel pengamatan perifiton
·
Logol : untuk
larutan pengawet perifiton
·
Kertas label :
untuk penanda pada alat
3.3
Skema
Kerja
3.3.1. Parameter Fisika
Rangkaian dua botol air mineral
600 ml
|
Hasil
|
- Diisi
air sungai pada salah satu botol
- Diikat
dengan botol yang kosong dengan
menggunakan tali rafia sepanjang 5 m
- Dihitung
waktu dengan menggunakan stopwatch saat botoll dijatuhkan ke dalam perairan
- Dicatat
waktu yang ditempuh selama botol dijatuhkan hingga tali tenggang sempurna
Thermometer Hg
|
Hasil
|
- Dicelupkan
kedalam air selama 2-3 menit
- Dilakukan
dengan membelakangi cahaya
- Diangkat
Thermometer Hg
- Dibaca
nilai suhu pada skala dengan cepat
- Dicatat
berapa suhu pada skala
3.3.1.3 Substrat
Substrat
|
- Diambil
dari dasar perairan dengan Ekman Grab
- Diamati
tipe substrat
- Ditentukan
tipe substrat
Hasil
|
3.3.1.4 Kecerahan
Secchi Disk
|
- Diturunkan
kedalam perairan secara perlahan-lahan
- Dilihat
sampai tidak tampak pertama kali diberi tanda (D1).
- Dimasukkan
kedalam perairan sampai benar-benar tidak terlihat
- Ditarik
pelan-pelan hingga tampak pertama kali dan beri tanda (D2)
- Diangkat
ke permukaan
- Diukur
Panjang D1 dan D2 dengan menggunakan penggaris
- Dihitung
kecerahan dengan rumus
- Dicatat
hasil perhitungannya
Hasil
|
Tongkat skala
|
Hasil
|
- Dimasukkan
ke dalam perairan sampai dasar
- Ditandai
bagian yang berada pada batas permukaan air dengan udara
- Diukur
dengan penggaris
- Dicatat
hasil pengamatannya
3.3.2 Parameter Kimia
3.3.2.1 pH
pH Paper
|
Hasil
|
- Dimasukkan
pH paper kedalam air sekitar beberapa cm.
- Ditunggu
sampai 2-3 menit, diangkat pH paper.
- Dikibas-kibaskan
sampai setengah kering.
- Kemudian
dicocokkan perubahan warnanya. dengan kotak standar pH.
Botol DO
|
Hasil
|
- Dicatat
volume botol DO
- Dimasukkan
kedalam perairan/ kolam dengan kemiringan 45o agar tidak timbul gelembung udara dan
ditutup dalam perairan.
- Dibolak-balik
botol DO dan diamati, jika masih ada gelembung udara maka diulangi lagi
pengambilan sampel.
- Di
tambahkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml NaOH + KI
- Dibolak-balik
sampai larutan homogeny kemudian diendapkan
- Di
buang air yang bening dan endapan tersisa
- Diberi
2ml H2SO4 pekat dan dikocok sampai larut
- Diberi
4 tetes amilum, dititrasi dengan Na2SO3 0,025 N sampai jernih
- Dicatat
ml titran
- Dihitung
menggunakan rumus :
Air sampel
|
Hasil
|
- Diukur
25 ml dengan gelas ukur
- Dimasukkan
ke dalam Erlenmeyer 100 ml
- Ditambahkan
1-2 tetes indikator PP, bila berwarna pink berarti tidak mengandung CO2 dan
bila bening berarti mengandung CO2
- Dititrasi
dengan Na2CO3 0,0454 hingga berwarna pink pertama kali
- Dicatat
volume titrannya
- Dihitung
menggunakan rumus :
Air sampel
|
Hasil
|
- Dimasukkan
25 ml air sampel ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan
4,8 ml KMnO4 dari buret
- Ditambahkan
5 ml H2SO4 (1:4)
- Dipanaskan
dalam penangas air (water bath) sampai suhu memcapai 75OC kemudian
diangkat.
- Bila suhu
telah turun menjadi 65OC langsung ditambahkan Na-oxalete dengan KMnO4
0,01 N sampai terbentuk warna (merah jambu/pink) dan catat sebagai ml titran
( X ml )
- Dilakukan
prosedur yang sama (1-6) dengan sampel aquadest dan dicatat titran sebagai y ml
- Dihitung
menggunakan rumus :
Air sampel
|
Hasil
|
- Dimasukkan
50 ml air sampel ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan
1 ml larutan nessler kedalam Erlenmeyer yang berisi sampel
- Didiamkan
selama 10 menit
- Dimasukkan
kedalam cuvet
- Dihitung
kadar ammonia menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 425 µm
Air sampel
|
Hasil
|
- Dimasukkan
kedalam beaker glass 25 ml air sampel yang sudah disaring
- Dimasukkan
kedalam cawan porselen
- Dipanaskan
sampai menghasulkan kerak nitrat
- Ditambahkan
1 ml asam disulfonik dan diaduk dengan spatula
- Ditambahkan
10 ml aquadest
- Ditambahkan
tetes demi tetes NH4OH sampai warna kekuningan
- Ditambahkan
aquadest sampai volume 25 ml
- Dimasukkan
ke dalam cuvet
- Diukur di
spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 µm.
- Dicari nilai
titran dari persamaan y = ax-b
Air sampel
|
Hasil
|
- Dimasukkan
25 ml air sampel ke dalam Erlenmeyer 50 ml
- Ditambahkan
1 ml ammonium molibdat dan dihomogenkan
- Ditambahkan
2 tetes SnCl2 dan dihomogenkan
- Dimasukkan
kedalam cuvet
- Diukur
di spektrofotometer dengan panjang gelombang 690 µm.
- Dicari
nilai titran dari persamaan y = ax+b
3.3.3 Parameter Biologi
3.3.3.1 Zoobenthos
Statiun Pengambilan sampel
|
Jaring kicking atau Jaring
benthos
|
- Ditentukan
lokasinya
- Ditentukan
jarak pengambilan sampel benthos
- Dipegang
tiang jala/ jarring dengan arah melawan arus
- Diaduk
dasar perairan dengan dua kaki untuk mendapatkan organisme didasar perairan
sehingga masuk ke jala
-
Organisme atau hasil sampel
|
- Dimasukkan
kedalam nampan
- Disortir
- Dipindah
ke wadah sampel
- Diawetkan
alcohol 96%
-
Hasil
|
Ekman Grab
|
- Disiapkan
- Dibuka
penutupnya
- Dimasukkan
kedalam kalam secara tegak lurus sampai kedasar
- Dijatuhkan
pemberat
- Ditarik
pelan-pelan kepermukaan
- Dibuka
penutupnya
- Diletakkan
sampel benthos di nampan
- Diamati
jenis benthos dengan loop
-
Botol Film
|
- Dimasukkan
benthos
- Diberi
alcohol
- Dibeeri
kertas label
- Dikelompokkan
benthos bedasarkan jenis
- Dihitung
Hasil
|
Substrat
|
- Diambil
Perifiton
Hasil
|
DAFTAR PUSTAKA
Adiwidjaya,
darmawan, Supito dan Iwan Sumantri. 2008. Penerapan Teknologi Budidaya Udang Vaname L. Vannamei Semi-Intensif pada Lokasi
Salinitas Tinggi. Media Budidaya Air
Payau Perekayasaan, (7).
Akrimi., gatot
subroto.2002. teknik pengamatan kualitas air dan plankton di reservat danau
arang – arang jambi. Balai riset perikanan parairan umum. Buletin teknik
pertanian. : 7 (2 ).
Armanto, dony.
2012. Analisis aspek biologi ikan terbang cheilopogon katoptron bleeker, 1865,
di perairan pemuteran, bali barat. ( tesis ). Fakultas matematikan dan ilmu pengetahuan alam, program magister ilmu
kelautan. Depok.
Asmara, Anjar .2005. Hubungan Struktur Komunitas Plankton Dengan Kondisi
Fisika-Kimia Perairan Pulau Pramuka Dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. (
skripsi ). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Budiardi,
T, I. Widyaya dan D. Wahyuningrum. 2007. Hubungan Komunitas Fitoplankton dengan
Produktivitas Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) di Tambak Biocrete. Jurnal
Akuakultur Indonesia, 6 (2): 119-125.
Edison., Mubarak., L. Bathara., Zukifli. 2009. Kajian Karakterisitik Dan
Potensi Sedimen Di Muara Sungai Kampar. Lembaga Penelitian Universitas Riau
Pekanbaru.
Effendi, H.
2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Periaran. Kanisius: Yogyakarta.
Ekawati, N., Oktaria. 2006. Analisis Kestabilan Model Rantai Makanan
Tiga Spesies dengan Manifold Pusat. Skripsi Program Studi Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Fadil,
Muhammad Syukri. 2011. Kajian Beberapa Aspek Parameter Fisika Kimia Air dan Aspek
Fisiologis Ikan yang Ditemukan pada Aliran Buangan Pabrik Karet di Sungai Batang
Arau. Universitas Andalas.
Fauzi,
Muhammad. 2001. Faktor Fisika dan Kimia Air Sungai Selagan Bengkulu Utara. Jurnal
Natur Indonesia III (2): 168-177.
Fernandez, Jhon
F. 2011. Informasi Dan Data Kualitas
Air Pemantauan Kualitas Air Dalam Wilayah Sungai – Bws Nt.Ii Kilas Informasi
Kualitas Air Di Beberapa Sumber Air Dalam Ws. Bws Nt.Ii. Sipil Unwira. 1
(3) : 163 -174.
Indrawan,
Mochmmad., Richard B. Primack dan Jatna Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan
Obor Indonesia : Jakarta.
Indrawati, Ida, Sunardi dan Ita
Fitriyyah. 2010. Perifiton Sebagai Indikator Biologi Pada Pencemaran Limbah
Domestik Di Sungai Cikuda Sumedang. Prosiding Seminar Nasional Limnologi.
Irwan,
Zoer’aini Djamal. 1997. Ekositem Komunitas dan Lingkungan. Bumi Aksara:
Jakarta.
Lesmana, Indra
Surya. 2002. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Situ Cibuntu, Kecamatan
Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Muhajir,
Fasmi Ahmad dan Edward. 2004. Variasi Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Tanimbar Bagian Utara dan Selatan, Maluku
Tenggara. Jurnal Ilmiah Sohiri. Vol III.
No. 01.
Noer, A., Hamid. 2009. Model
Dinamik Rantai Makanan Pada Ekosistem Mangrove Di Laguna Tasilaha.
Jurnal Media Litbang Sulteng 2 (2) : 110–120
Nofdianto. 2010. Prospek «Kanal Perifiton Eksterior » Sebagai Media
Pemantau Dampak Antropogenik Dan Perubahan Iklim Pada Ekosistem Perairan Lentik.
Prosiding
Seminar Nasional Limnologi V
Nugraheni, Adita
Dwi. 2011. Hubungan Antara Distribusi
Ikan Demersal, Makrozoobenthos, Dan Substrat Di Perairan Selat Malaka. ( Skipsi
). Hubungan Antara Distribusi Ikan Demersal, Makrozoobenthos, Dan Substrat Di Perairan Selat Malaka Bogor.
Pringgoseputro, Sunaryo dan Srigabdono. 1990. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Risamasu, Fonny
J.L Dan Hanif Budi Prayitno. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat Dan
Silikat Di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. ILMU KELAUTAN. 16 (3) 135-142
Samingan,
Tjahjono. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.
Sari , T. Ersti Yulika Dan Usman. 2012. Studi Parameter Fisika Dan Kimia
Daerah Penangkapan Ikan Perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti
Propinsi Riau. Jurnal
Perikanan Dan Kelautan 17( 1 ) : 88-100.
Setiawan, Doni.
2009. Studi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Hilir Sungai Lematang Sekitar
Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat. Jurnal Penelitian Sains. 09:12-14
Trofisa, Dany. 2011. Kajian
Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota
Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wasfi, Anugrah. 2000. Tingkat Kesuburan Situ Rawa Besar Depok Berdasarkan
Kandungan Unsur Hara N dan P. Skripsi. Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Wijaya,
Habib Krisna. 2009. Komunitas Perifiton dan Fitoplankton Serta Parameter Fisika-Kimia
Perairan Sebagai Penentu Kualitas Air di Bagian Hulu Sungai Cisadane, Jawa
Barat (skripsi). ITB. Bogor.
No comments:
Post a Comment