Pages

Saturday, August 6, 2016

Rahasia Hati…
di Kepanjen City
Aku tak pernah menyangka seperti ini
Dulu aku mengira dia pilihan terbaikku
Tapi kini ku salah mengartikannya
Di dalam hatiku yang telah terbingkai dirinya….
Itulah yang di rasakan Asar, gadis manis yang kini bersekolah di SLTA terfavorit  di Kepanjen yang telah mengenal seorang pria dewasa yang sebelumnya adalah seniornya itu.Awalnya Asar tak tahu siapa dia, “siapa sich di lingkungan nya yang tak kenal dia? Mungkin dulu akulah orangnya” Karena sifat cuek dan ogah itu kadang ia tak mendapatkan sedikitpun cinta, ya apa yang di namakan cinta aneh dan langka di  telinganya.Dimulai dari hubungan yang tidak di sengaja terjalin itu Asar di minta menghubungi sang cowok yang berinisial K ini, siapa sich dia? Hati Asar sesering mungkin tak ingin memikirkan tetapi apa yang berontak dalam hatinya itu tak terdengarkan.
Pria yang sebenarnya memiliki nama Khoir itu, teramat sempurna bagi Asar. Semenjak itu hubungannya dengan Khoir bagaikan kain sutera yang halus dan pada akhirnya pertemuan kembali menakdirkan mereka.
“Pertama kali ku menatapnya, tak ada yang istimewa. Tak terbisik di hati ini untuk tertarik padanya, jadi nyantai aja gak bakalan ada masalah jika aku mencoba ajakannya”.
Dalam sekejap Asar sudah bersamanya menyusuri jalan hingga menghabiskan waktu seharian tanpa terasa,” Aku merasa pria yang ada di sampingku ini berbeda dan membuatku ingin lebih mengenalnya, ada kehampaan dan kesepian di sorot matanya yang menyimpan sejuta kerinduan pada seseorang  bersamaku terpancar perubahan mata teduhnya yang  dalam wajahnya ada sesuatu yang tak aku tahu sepertinya ingin di ceritakan kepadaku…”
Dalam perjalanan sore yang kian sang Surya menutupi kecondongan hingga keinginan meredup dalam bingkai senjanya. Tanpa memintanya,Khoir pun membuka kisahnya….
Kisah tiap kata yang di ucapkan Khoir mungkin tak dapat begitu saja di percaya oleh Asar,setiap kata kehilangan yang di torehkan, kesendirian yang tak pernah terobati, kisah cinta yang di alami Khoir hingga Asar sedikit mengerti. Pria ini mengalami kekosongan hati yang cukup lama hingga terbersit di hati Asar ungkapan doa yang tak di sengaja, “ Semoga ada yang bisa mengobati luka di hatinya”.
Pria yang tiap detiknya berubah sifat dan sikapnya, tetapi inilah keunikan dan rasa penasaran bersemayam dan di kedamaian itulah tersematnya cincin kenanganku yang sebelumnya menempati jemarinya. Janji untuk menjaganya, tetapi ada keraguan yang memberatkan Asar, entahlah apa itu?
Dia, si Khoir itu seenaknya membuang cincin berharga ,Asar berkata cincin itu adalah cincin biasa, walau dia tahu harus dusta kepadanya tapi hal itu karena hanya ingin melihat senyumannya. Menelusuri jalan menuju Kanjuruhan dan sesuatu yang mengejutkan, Khoir memintanya dengan amat…..Membawa tangannya dan memeluk tubuh Khoir, dekapan tangan dan dengan kehangatan yang berbeda. Tiba saat berpisah dalam lambaian tangan dan Khoirpun membalas dengan senyuman di bibirnya, sebuah senyuman tak terasa bagaikan terlilit berperi untuk menahan duka yang tersisa.
“  Malam ini sempat wajahnya melayang di pikiranku, ku anggap kenangan sesaat itu biasa, ada sekelebat tanya tentang keberadaannya, namun tak ingin ku pedulikan sesuatu yang ada,” itulah kiranya puisi hati pada malam kesendirian itu.
Teringat jelas saat aku mengajaknya menikmati dunia, dengan menyanjungkan munajat kepada sang Pencipta, berdoa bersama di kala Dhuhur tiba, tetapi bagaimana reaksinya? “ Aku tak pernah melakukan kewajiban hanya karena seorang wanita yang mungkin baru ku kenal, tetapi jika aku memang ingin melakukan dan ada hidayah tanpa di perintah pun aku melakukannya, mungkin suatu malam ku sendiripun akan melakukannya”. Seperti itulah sekiranya ajakan Asar  yang ditolak, walaupun ku paksakan dengan kelembutan hanya kata “tidak” yang keluar dari mulutnya. Asumsi yang ku dapat dari yang bernilai positif ada hal yang sangat mengagumkan karena Khoir tidak mudah terpengaruh tetapi di sisi lain Khoir harus menjalankan kewajibannya sebagai orang yang mengaku muslim kan? Asar kadang berfikir akankah dia memang baik, penipu,playboy atau seperti apakah Khoir? Sudahlah tak perlu memikirkannya karena tak ada yang bisa menjawab hanya tinggal mengalun pada waktu.
Suatu malam handphone ku berdering yang menandakan ringtone ada yang memanggil, setelah beberapa lama Asar pun menengoknya.
“ Tumben ini orang telepon, biasanya sms doank…” batinku dengan penasaran.
Aku pun menekan tombol hijau untuk menjawabnya, dan dari seberang sana terdengar suara yang setengah parau. Ku simak baik-baik rangkaian kata per kata dan kalimat yang di bicarakan .
            “ Haaa….malam ini? Ketemu malam hari seperti ini? Ada apa memang, aku males keluar nich….” protes Asar kepada Khoir.
            Khoir pun menimpali,” Aku ingin berbicara penting sama kamu, pliiisss….aku sebentar lagi akan kesana, ke tempat biasa kita ketemuan yaa…aku tunggu ….!”
 Seperti biasa kamipun bertemu di tempat makan langganan yang sudah tutup,tak banyak yang di katakan malam itu hanya saja seakan wajahnya mengandung keseriusan, tetapi Asar berpura-pura tak melihat bagaimana wajah putih yang ada di hadapannya menatap tajam tak terhiraukan. Ku dengar beberapa kalimat kelur dari bibirnya yang telah sekian detik terkunci.
            “ Melihat wajahmu ada rasa nyaman dan sejuk kedinginan di dalam hati “. Ada maksud yang sulit termaknai dan terlihat tangan Asar di raih dalam jemari tangan dengan kelembutan, lama kelamaan sangat erat tak terlepas.
Hati yang Asar genggam kembali merangkai kata- kata yang terpaut ke dalam sudut – sudut yang tak terkendali, Asar mencoba menjawab sebuah pengakuan yang di utarakan Khoir dengan lagak biasa khas milik Asar.
            “ Sejujurnya aku malu tahu gak sich, di tatap kamu kayak gitu…biasa aja lah “. Itulah reaksi ucapan yang keluar dari bibir merah milik Asar.
            Wajah Khoir yang sedari tadi tak menyunggingkan senyuman selepas pertemuan ini berkata lebih serius dengan menatapku seakan elang yang ingin mencengkeram mangsa di hadapannya. Kata demi kata itupun terucap kembali dan terdengar menggelegar.
            “ Apakah kamu ingin mengenalku lebih jauh ?” kata Khoir yang tetap erat memegang tangan Asar.
            Perasaan yang Asar kini rasakan hanya heran dengan pertanyaan ini ,tetapi tak ada salahnya bermain- main dengan menjawab tantangannya , “ Kenapa tidak, aku hanya ingin tahu seperti apa sich kamu itu?”
            Dan waktu tak bisa terkompromi lagi harus berhenti dan mengakhiri perbincangan yang merangsang daya tarik seorang Asar yang tahunya hanya bermain-main dengan keadaan. Asar pun melepaskan genggaman tangan dan berbalik membelakanginya, ingin ku lambaikan tangan tanda perpisahan. Saat berbalik, tangan Asar di hela dengan jemari-jemari yang kuat dan tiba- tiba …..
Ada kecupan hangat yang menetap di kening Asar, secara “spontanitas”…tak menyadari hal itu.
“ Inilah yang ingin ku lakukan sebelum berpisah dengan mu wanita terindahku, maafkan aku “ kata Khoir yang samar terdengar.
            “ Ah…emh iya aku pergi dulu ya…”pamitku.
Apa yang terjadi, terasa terhipnotis hati yang telah lama beku ini, balasan senyum malah terpaut di wajahku dan tanpa sepatah kata yang tak bisa keluar pun Asar melangkah pergi.Teriakannya yang melengking jelas mencapai titik pendengaran.
            “ Hubungi aku dan sms yach………!”
Asar langsung menoleh kearahnya dengan anggukan kepala dan tersenyum pada Khoir.
Asar berkali-kali menyentuh keningnya, jejak sentuhan bibir Khoir. Asar tak percaya, secepat inikah Khoir memperlakukannya? Kecupan pertama dari seorang pria yang ia  anggap dewasa, dulu setiap lelaki yang ingin meciumnya bisa di elak dan di tolak dengan sangat, tetapi apa ini??? Kenapa Asar bisa tunduk dengan lelaki yang baru di kenalnya ? Meneruskan kisah lewat angin yang mengudara hingga mendengar suaranya menerpa telinga pada malam yang tak terduga pula.
“ Maukah kamu jadi kekasih hatiku?” Khoir mengutarakan perasaannya.
Asar  hanya diam dan tak percaya dengan kata-kata yang di torehkan Khoir itu dan ingin hari esok menjawabnya, tetapi atas desakan itu aku mulai merangkai jawaban. Ku mulai ucapan ini, “ Aku….”
            Lalu diam tak meneruskan perkataan ini lagi, Asar sedikit menggoda cowok yang tinggi putih itu, dengan nada tidak sabar Khoir mengeluh.
            “ Apa? Lama banget jangan buat aku deg-degan donk, Sar…..!”
Asar melanjutkan jawabannya, “ ternyata aku…..”
“ Aku apa sich…kamu gak nerima aku?” sela Khoir dengan nada memelas di seberang sana.
            “ Tidak….tidak…..bisa…….” terbata-bata aku mengucapkannya, entah ini keputusan yang benar atau yang memang dari lubuk hatiku.
            “ Aku sudah menduganya ”  sahut Khoir.
            “ tidak bisa menolak kamu….” suaraku terdengar lirih.
Diam seketika, beberapa saat pun ada tawa kecil setelahnya. Asar mendengar Khoir mengatur nafas, “ Terimakasih ku sangat bahagia “
            Ku tak tahu inikah yang ku harapkan? Benarkah kata – kata tersebut mengalir deras dalam pikiranku, tapi ada sesuatu yang Khoir tidak tahu.
“ Sejujurnya Asar hanya ingin mencoba bersamamu, ingin melihat kemurnian senyuman dari wajahmu dan itulah aku berani mengambil keputusan tersebut” batin Asar  berbicara.
 Tepat tengah malam, perasaan yang kian mencekam hatinya, Asar tak menyadari akan seperti ini, dulu baginya sekedar hanya ingin bermain – main layaknya yang di lakukan selama ini, tetapi ternyata kini rasa sayang benar – benar ada. Kini bagaikan candu jika tak terdengar suaranya dalam detik-detiknya Asar, setiap hari dan malam selalu terngiang sapaannya dan hampir tiap malam di habiskan dengan Khoir. Asar mengorbankan sisa waktu tidurnya dengan berbagi kisah dan cinta dengan Khoir melalui udara cinta.
“Ana uhibbu ilaika….aku sangat mencintaimu , aku ingin sekali bertemu kamu Asar, malam ini juga, saat ini juga, menghabiskan malam ini dengan menatap bintang-bintang yang bersinar di langit suram mengharu biru dengan nyanyian cinta kita….” kata – kata indah yang keluar dari mulut Khoir.
“ Anak ini …bagus juga kata- katamu dasar pinter gombal, kamu pasti playboy” jawab Asar dengan singkat.
” Aku lebih tua dari kamu tahu di bilang  masih anak, awas yaaa entar….Asar belum mengantuk? Apa Khoir perlu menyanyikan lagu untuk pelelap tidur agar esok pagi sebagai penyemangat harimu?” Khoir yang memiliki suara khas ala Ariel Peterpen dan pandai bermain dalam petikan gitar itu menawarkan sesuatu yang sangat ingin aku terima.
“ Oke dech…yang bagus yaaaa….” jawab Asar semangat.
“ Kalau aku ngggak mau yeeeee……? Goda Khoir.
“ Apaan yang nawarin tadi siapa, ayolah….Khoir kan cakep, baik hati lagi….” Rayunya.
“ Dasar kalau ada maunya aja….” Khoir pun mulai terdengar memetik gitar yang melodinya teratur dengan irama-irama penuh kesenduan.
Teringat saat ku memegang tangannya , bekas petikan gitar listrik yang ada di tangannya menyisakan luka. Terlalu keras, tetapi itulah kegemarannya, kecintaannya dengan musik. Saling berbagi masa dan kisah dalam cerita, tanpa ku sadari kebiasaan itu mendarah daging, kebiasaan yang menumbuhkan rasa sayang yang tak tebendung di hati Asar , sangat indah menurutnya. Berbagi cinta dengan cowok berkulit putih dan jangkung itu, yang memiliki perbedaan menonjol dengan diri Asar. Sampai – sampai untaian nama tersimpan dengan baik di hatinya, “ASKHO”, Asar dan Khoir , nama yang unik dan jarang di pakai banyak orang.
Perasaan ini bagian dari buih cinta
Tak sadar tumbuh menghiasi hati
Saat ku mulai merasakannya
Ada gelombang dasyat yang menerpa
Sebelumnya Asar hanya mencoba menjalin hubungan dengannya, tetapi hatinya benar-benar terpenjara, menyisakan banyak kenangan pada pertemuan – pertemuan  berikutnya. Selang beberapa hari berikutnya Khoir tak tahan menelan rindu yang semakin menjadi dan ia mendesak Asar untuk bertemu lagi.Kali ini pertemuan yang sangat tak terduga, Asar memakai gaun batik ala long dress dengan tipikal Solo namun sesuai dengan tubuhnya, di lengkapi pita merah menyala sebagai hiasannya. Memakai higheels yang mugil nan cantik menambah kesempurnaan hari itu.
“ Ayoo…kita pergi !” ajak Asar sambil menggandeng lengan Khoir.
Khoir yang terperanjat kaget terpaku dalam pandangannya,meniti setiap sela-sela bagian tubuh Asar, mata yang indah di liputi denan bulu matanya yang lentik bukan karena maskara tetapi alami adanya membuat Khoir terpesona.
“ Ayooo…kok diem aja sich?”terhenyak Khoir akan sentakan Asar.
“ Oh…bidadariku kamu nampak berbeda “ucap Khoir tanpa sadar.
“ Apa sich….biasa aja” Asar tersipu malu.
Asar dan Khoirpun pergi ke sebuah taman yang indah dengan hiasan bunga – bunga mawar dan terdapat sebuh meja dengan berbagai menu makanan yang tak terlupakan adalah lilin sebagai cahaya binar di malam itu.Cukup romantis.
“Silahkan….tuan puteri…!” goda Khoir.
“ Terimakasih pangeranku…” jawab Asar.
Setelah makan malam bersama itu Khoirpun mulai berbicara yang serius.
“ Sar..ntar kita melihat bintang di sini aja ya ?” berharap malam ini di habiskan berdua.
Asar masih meneguk cappuccino kesukaannya,walaupun di saat apapun cappuccino tak lepas dari minuman favorit ketika makan, itulah hal yang tak pernah ingin di hilangkan. Ada sisa bekas tegukan di bibir Asar, yang membuat Khoir tertawa geli. Meja yang tak memisahkan jarak panjang itu, setidaknya memegang tangan Asarpun pasti masih leluasa di lakukan Khoir. Khoir yang menuruti kata hatinya menghapus bekas cappuccino di bibir Asar dengan kecupan bibirnya.Terhipnotis  sesaat. Layaknya waktu terhenti,Asar tak bergerak sama sekali.
“ Plakkkkk……” tamparan keras melayang ke pipi Khoir.
“ Kenapa kamu merusak kepercayaanku? Aku sudah pernah ngomong kan jangan sekali – kali mengurangi sesuatu yang ada pada diriku….hiks hiks hiks…..” tangis Asar meledak.
“ Kamu yang apa-apan Sar,,,tolong kita pacaran kan, kamu nganggep aku pacar kamu kan? Aku pikir dengan mencium kamu , kita lebih bisa menyayangi…Kita bukan anak kecil lagi yang tak boleh melakukannya, ciuman ini tanda sayang ku sama kamu…apa kamu gak ngerti? Aku menahan sekian lama untuk bilang dan melakukan ini “ bantah Khoir.
“ Aku benci kamu…kita putus…” Asar memandang Khoir tanpa berkedip.
“ Kenapa….aku nggak ngerti sama kamu…apa karena aku mencium kamu kita putus? Itu aneh…namanya pacaran hal itu alasan yang tak masuk akal untuk putus” pembelaan Khoir.
“ Aku beda…aku bukan seperti mantan-mantan mu yang dulu, aku masih punya agama,kalau kamu emang sayang sama aku tak akan pernah melakukan itu dan kamu pasti menjagaku, tak membiarkan air mataku ini menetes tapi apa yang kamu lakukuan tak seperti yang ku harapkan selama ini….” Asar pun elangkah pergi menjauh dan pergi.
“ Asar tunggu….tunggu…kita tak bisa berakhir seperti ini…kasih aku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku  ini….” mengejar Asar dan mendapatkan lengannya.
“ Tunggu mari kita bicara lagi…aku gak mau kehilangan kamu….”Khoir memegang erat tangan Asar.
“ Lepasin….aku bilang lepas tanganku….lepas….aku gak mau dengar apapun lagi dari kamu…” Asar berlari jauh meninggalkan Khoir. Dia mencari angkot pulang.
Sementara Khoir mengejar dengan sepeda motornya, dia mengendarainya dengan kecepatan tinggi tak memikirkan seberapa kecepatannya saat itu, hanya sampai rumah Asar sebelum didahului Asar.
Namun di sisi lain, Asar hanya bias menangis di angkot, dia berpikir ,“ Aku punya Islam, aku tak boleh melakukan apapun yang salah sebelum kita halal, aku gak mau, aku minta maaf ya Alloh..aku salah…hiks hiks hiks….” Khoir tak megerti aku bagaimana bisa dia bilang menyayangiku, dia hanya mempermainkanku selama ini jika dia tak tahu apa yang sudah ku katakan sejak awal. Aku menyesal.
“ Brakkkk…..”
Suara antara dua benda yang beradu…Apa itu?
 Semantara Asar yang tak bisa tidur setelah sampai di kamarnya, hanya ada derai tangis menyesali apa yang telah di lakukannya, yang tak bisa mengelak, kenapa? Asar hanya ingin mepersiapkan yang dia punya untuk suaminya kelak. Tak berselang beberapa lama, handphonenya bordering, ada panggilan masuk. Nomer tidak di kenal? Nomer baru, siapa ya?
“ Hallo…ini siapa ya?” sapa Asar.
“ Sar…cepet ke rumah sakit,terjadi sesuatu dengan Khoir, cepet ke sini…hiks hkis hiks…” suara di seberang sana terhenti menandakan panggilag terputus.
“ Hallo….haloo…apa maksudnya…halloo….” Asar tak enak hati.
Kemudian Asar melangkah memanggil angkot dan tak menghiraukan panggilan orang tuanya.Hingga akhirnya sampai di rumah sakit dengan terengah- engah. Menemui seseorang yang memanggilnya tadi beberapa saat
“ Ada apa?” tanya Asar dengan nada parau.
Teman Khoir itu pun hanya memberikan selembar kertas kecil.Dengan tangan gemetar Asar menerimanya dan membuka perlahan- lahan.
 Manis kekasihku,Asar….
Kita pasti sedang menikmati bintang berdua kala ini, memandang keindahannya dengan suasana romantis yang selalu ku bayangkan, aku sangat menyayangimu. Aku ingin sekali dalam hidupku memberikan rasa sayangku ini dengan kecupan kasih sayang walaupun aku tahu kamu tak akan mengizinkannya. Meskipun saat kamu tidur itu sudah cukup untuk membuatku merasa bahagia. Jika kamu bahagia aku pun bahagia. Maaf jika telah lancang. Aku sangat menyayangimu melebihi yang kamu kira…
Orang yang menyayangimu hingga tak tahu kapan bisa menghentikannya, Khoir.
Apa yang terjadi?....
“ Mana Khoir…kenapa aku di suruh ke rumah sakit? Kamu bersekongkol apa dengan Khoir, apa maksudnya ini?” Asar tak sabar melihat temannya Khoir itu menangis tersedu- sedu.
“ Apa-apaan sich….” Asar memaksanya untuk bicara.
“ Aku tak kuat mengatakannya, kamu bisa ke ruangan di belakangmu ! “ pinta temannya Khoir itu.
Langkah demi langkah, Asar menghampiri ruangan itu. Ada sesosok tubuh tinggi berbaring di atas tempat tidur berselimut kain putih, apa ini? Pelan-pelan Asar membuka penutupnya, dan terhenyak……..
“ Ah..a…Ha……kkkk…..Kho…iiiirrrrr…..apa ini? Kenapa? Apa yang terjadi? Kenapa seperti ini? Khoir …bangun, jangan main- main….jangan banyak berbohong…bangun….bangun…jika kamu tidak bangun kita benar- benar putus. Awas aku akan memukulmu,,,,bangun Khoir….aku bilang bangun….bangun…! BANGUNLAH….” Suasana tangis yang menghujam hati Asar.
Menyisakan tangis, memberikan duka dan meninggalkan sesal yang tak terhitung di hati Asar. Kisah yang panjang berakhir dalam hati yang lara, yang menjadi kenangan manis maupun pahit, tak bisa lagi terucapkan. Asar merasa dirinya bersalah namun dengan kata- kata Khoir di dalam suratnya, Asar kembali kuat.
“ Maafkan aku Khoir….aku juga sangat menyayangimu.”
Menjadi kenangan indah dari Kepanjenku, kisah selama SMA ku.
The End